Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan untuk mengfungsikan dana iuran badan usaha hilir migas untuk menolong PT Pertamina (Persero) dalam merealisasikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan menggunakan Macnaught Flow Meter satu harga.
Alasannya, regulator hilir migas itu khawatir kecuali Pertamina kewalahan secara finansial dalam mengimplementasikan kebijakan itu.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menuturkan, iuran yang dimaksud adalah setoran badan usaha hilir migas kepada BPH migas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2006. Adapun, iuran selanjutnya masuk ke kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Menurutnya, setiap th. BPH Migas beroleh iuran berasal dari 300 badan usaha dengan nilai capai Rp1,2 triliun per tahun. Namun, dalam lima th. terakhir, BPH Migas cuma menggelontorkan Rp200 miliar secara kumulatif. Ia menyebut, duwit ini lebih baik digunakan bantu Pertamina daripada sekadar masuk ke kas negara semata.
“Ada iuran setiap th. Rp1,2 triliun namun lima th. terakhir cuma Rp200 miliar. Sisanya masuk ke kas negara namun tidak memahami alokasinya ke mana. Kami bakal menghendaki ke depan, bagaimana kecuali duwit Rp1 triliun ini digunakan untuk bangun infrastruktur pendukung BBM satu harga, apalagi dry port sekalian kecuali harus agar Pertamina tidak rugi besar.
Meski demikian, usul ini andaikan bakal berat untuk direalisasikan sebab harus mendapat persetujuan berasal dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebab ini menyangkut pengelolaan duwit negara. Jika usulan ini diterima, maka ia menghendaki ini dapat menolong implementasi BBM satu harga mulai th. 2019 mendatang.
“Karena BBM satu harga ini kan lumayan bertahap sampai th. 2019 di 150 titik. Sekarang saja, dengan 50 titik di th. ini, Pertamina mulai ngos-ngosan,” terangnya.
Ia melanjutkan, usulan ini terlampau berfaedah mengingat keperluan BBM satu harga tak terpusat di 150 titik saja. Ia menyebut harusnya BBM satu harga dapat menjangkau 237 titik, sesuai anjuran Kementerian Desa dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Dengan mengfungsikan iuran BPH Migas, ia sendiri optimistis nantinya program BBM satu harga dapat menjangkau sampai 500 titik. “Nantinya Perrtamina tidak usah ulang melacak duwit tambahan demi program ini. Untuk BBM satu harga, Pertamina tidak boleh rugi,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Pertamina M. Iskandar menuturkan, Pertamina mengaku bahwa beban finansial terbesar dalam implementasi BBM satu harga adalah cost operasionalnya.
Sejauh ini, Pertamina harus menanggung cost operasional sebesar Rp300 miliar demi merealisasikan BBM satu harga di 25 titik berasal dari Januari sampai Juli th. ini. Adapun, angka itu diperkirakan membengkak menjadi Rp800 miliar sampai akhir th. nanti.
“BBM satu harga ini kan sasarannya untuk area terluar dan terdalam, menjadi sebab harus masuk ke pelosok yg dalam, cost disttribusi kita tentu naik,” paparnya.
Aturan perihal BBM satu harga dimuat di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016. Sementara itu, lokasi penetapan BBM satu harga diatur di dalam SK Direktur Jenderal Migas Nomor 09.K/10/DJM.O/2017, di mana pemerintah menentukan 150 lokasi.
Pertamina sendiri memiliki rencana merealisasikan 54 titik BBM satu harga sampai kahir th. nanti. Angka ini kemudian bakal jadi tambah menjadi 50 titik di th. 2018 dan 46 titik di th. 2019.